Prinsip Akuntansi Syariah

Prinsip akuntansi syariah memiliki suatu landasan utama, yaitu landasan yang bersumber pada Al-Quran dan Hadist serta Fatwa Syariah yang dikeluarkan oleh lembaga (Dewan Syariah Nasional). Oleh sebab itu seluruh ketentuan di dalam akuntansi yang bertentangan dengan prinsip syariah (landasan syariah) tidak boleh dipergunakan. Hal ini dapat dilihat dalam Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) paragraf 128 yang menjelaskan sebagai berikut :

128. Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang berbeda dalam laporan keuangan, berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Biaya historis, aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban (obligation), atau dalam keadaan tertentu (misalnya: pajak penghasilan), dalam jumlah kas atau setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal.
  2. Biaya kini (current cost), aset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila aset yang sama atau setara aset diperoleh sekarang. Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan (undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang.
  3. Nilai realisasi/penyelesaian (realisable/settlement value). Aset dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset dalam pelepasan normal (orderly disposal) kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian, yaitu jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.
Dari ketentuan tersebut di atas terdapat satu pengukuran yang dilakukan untuk laporan keuangan konvensional tidak diperkenankan untuk dipergunakan pada laporan keuangan syariah yaitu "present value". Hal ini didasarkan surah Lukman ayat 34 yang berbunyi:

"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan dialah yang menurunkan hujan dan mengetahui pada yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesunggunya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal".

 
Segala sesuatu kedepan mutlak milik Allah SWT, sehingga tidak diperkenankan untuk mencampuri urusan Allah SWT. Hal ini juga dapat dilihat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) yang menetapkan bahwa hasil usaha yang dibagikan kepada pemodal sebagai pemilik dana adalah hasil usaha yang nyata-nyata diterima, artinya hasil usaha yang masih dalam pengakuan (akrual) tidak diperkenankan untuk dibagikan, karena pendapatan akrual tersebut belum diketahui diterima atau tidak.

Dalam Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) dalam akuntansi umum paragraf 100 butir menjelaskan bahwa nilai sekarang (present value). Aset dinyatakan sebesar arus kas masuk bersih dimasa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang dari pos yang diharapkan dapat memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal, kewajiban dinyatakan sebesar arus kas keluar bersih dimasa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang diharapkan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.

INFORMASI ARTIKEL TERBARU GRATIS :

0 Komentar "Prinsip Akuntansi Syariah"

Post a Comment