Risiko Dalam Pandangan Islam

Risiko dalam pandangan Islam adalah kehilangan hak milik (modal/barangnya) atau kemungkinan buruk yang mungkin terjadi.

Dalam Islam, risiko bisa dibedakan menjadi tiga hal :
Pertama, risiko yang wajib adalah risiko dalam investasi yang tidak bisa dihindarkan sebagai konsekuensi bisnis secara alami. Dalam investasi risiko harus berbanding lurus dengan keuntungan, jika ada risiko maka ada hak atas keuntungan dan sebaliknya, jika tidak ada risiko maka ada tidak hak atas keuntungan.

Risiko dalam bisnis memiliki tiga kriteria :
a. Dapat diabaikan (al-gharar al-yasir)
Untuk suatu tolerable risk, kemungkinan dari kegagalan haruslah lebih kecil dari pada kemungkinan tingkat keberhasilannya.
b. Tidak dapat dihindarkan (inevitable/la yumkinu at-taharruz 'anhu)
Mengindikasi bahwa tingkat penambahan nilai dari suatu aktivitas transaksi tidak dapat diwujudkan tanpa adanya kesiapan untuk  menanggung risiko.
c. Tidak diinginkan dengan sengaja (unintentional/ghairu maqshud)
Mengisyaratkan bahwa tujuan dari suatu transaksi ekonomi yang normal adalah untuk menciptakan nilai tambah, bukan untuk menanggung risiko. sehingga risiko bukan merupakan sesuatu yang menjadi keinginan dari suatu transaksi keuangan dan investasi.[1]

Kedua, risiko yang tidak dibolehkan adalah spekulasi dan taruhan seperti maisir (judi). jenis kedua ini adalah gharar dan spekulasi yang diharamkan dalam Islam sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Taimiyah dalam majmu fatawa :

"Risiko terbagi menjadi dua, yang pertama adalah risiko bisnis, yaitu seseorang yang membeli barang dengan maksud menjualnya kembali dengan tingkat keuntungan tertentu, dan dia bertawakal kepada Allah atas hal tersebut. Ini merupakan risiko yang harus diambil oleh para pebisnis, bisnis tidak mungkin terjadi tanpa hal tersebut. Yang kedua, adalah maisir yang berarti memakan harta orang lain dengan cara yang bathil. Spekulasi inilah yang dilarang Allah dan Rasul-Nya".[2]

Baca Juga : Tujuan Syariat Islam 

Ketiga, maisir (zero, sum game) yang mengandung tindakan memakan harta sesama secara bathil. Jenis inilah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Risiko investasi adalah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan (ihitmal al-makruh) dalam investasi. maka melakukan mitigasi terhadap risiko-risiko tersebut dengan cara-cara yang dibolehkan oleh syariat, itu dianjurkan karena termasuk menjaga harta/aset (hifdzul/mal).

Di antara contoh risiko dalam produk keuangan syariah yaitu :
Dalam akad mudharabah, pemilik modal berhak atas keuntungan dan risiko kehilangan modalnya jika usahanya pailit. Mudharib berhak atas keuntungan dan berisiko rugi waktu dan tenaganya, bahkan bisa berisiko mengganti modal yang pailit jika diakibatkan oleh mudharib.
Dalam akad jual beli, penjual berhak atas margin dan berisiko kehilangan barang yang dijual di tangan pembeli pada saat tawar menawar. pembeli berhak atas barang dan berisiko mengganti barang yang rusak.
Dalam akad ijarah, penyewa berhak atas manfaat dan jasa dan berisiko mengganti manfaat jika barangnya rusak ditangannya. pihak yang menyewakan berhak atas upah sewa dan berisiko barang yang disewakan rusak/hilang. 

Bahkan banyak dalil-dalil dalam syariat Islam yang mewajibkan pelaku usaha untuk melakukan bisnis dengan mempertimbangkan risiko-risiko sehingga bisnisnya terjaga dan menguntungkan.[3]

Referensi :
[1] Muhammad Gunawan Yasni, Risiko dan regulasi bank/kredit dalam perspektif syariah.
[2] Ibnu Taimiyah, Majmu' al-fatawa al-Kubro, Beirut, Dar al-Kutub al-'ilmiah, cet. 1, 1408 H.
[3] Dr.Muhammad al-Qurri bin 'ied, at-Tahwwuth fi al-'amaliyat al-maliah hlm. 9, makalah yang dipresentasikan dalam Mu'tamar Lembaga Fikih Internasional OKI XXI tentang tahawwuth 218-22 November 2013 di Riyad.

INFORMASI ARTIKEL TERBARU GRATIS :

0 Komentar "Risiko Dalam Pandangan Islam"

Post a Comment